Seperti yang telah kita ketahuni selama ini, manusia
dilahirkan menjadi makhluk terbaik di muka bumi. Tak lain dan tak bukan alasan
penghormatan dari Allah tersebut dikarenakan manusia memiliki akal dan
perasaan, tidak seperti makhluk lainnya. Akal kerap kali dikait-kaitkan dg
organ tubuh yg dianggap paling vital bagi manusia yaitu otak, sementara
perasaan berkaitan dg organ tubuh yg abstrak disebut hati. Abstrak di sini
karena hati yg dimaksud bukan "liver" yg berfungsi memproduksi getah
empedu, melainkan hati yg letakknya dekat dengan ruh manusia yg sebenarnya.
Oleh karenanya tidak bisa dipastikan tempat dan bentuknya.
Dalam menjalankan hidupnya manusia memiliki cara
berbeda-beda menjalankan hari-harinya. Pada abad 21 ini dimana kemajuan
teknologi sangat pesat mulai terlihat orang-orang yang cenderung hidup dg otak
mereka. Mereka berlomba mengasah otak mereka dg berbagai cara. Hingga mereka
rela keliling dunia hanya untuk mengisi otak dan pengalaman hidupnya. Berbagai
pengetahuan serta pandangan telah mereka masukkan dalam setiap inchi otak. Hal
ini tentunya merupakan langkah yang baik karena sebagai manusia kita memiliki
tanggung jawab untuk menjaga dan merubah dunia ini dg akal kita. Namun sebagian
dari mereka terlalu sibuk dg otak lalu melupakan satu hal yaitu, otak yg
berjalan bisa menggerakkan seluruh raga, akan tetapi otak belum tentu bisa
menggerakkan jiwa dan emosi. Hal ini merupakan kelemahan manusia yg dominan
otaknya yang pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk mencapai dunia
seisinya.Otak mereka penuh tapi hatinya kosong dg cahaya-cahaya dan lupa akan
cahaya yang ada di sekitarnya.
Selain orang-orang yang dominan otaknya, ada pula yang
hidup cenderung menggunakan hati. Mereka tidak begitu tertarik dg teori-teori
kehidupan yg sekarang berkembang pesat. Jalan yg mereka ambil dan pahami adalah
praktek kehidupan pada kenyataan. Dalam menjalankan pilihan mereka itu sangat
dipertimbangkan kejiwaan dan emosi untuk menjalani misi-misi hidupnya. Pada
umumnya mereka lebih mengedepankan kehidupan orang lain dibanding dirinya
sendiri. Hati mereka selalu haus akan kebaikan yg sifatnya kontekstual bukan
teori. Inilah orang-orang yg hidupnya bukan untuk mengejar sebuah rasionalitas
dunia, akan tetapi mengejar realitas kehidupan. Keputusan mereka juga tentunya
baik, namun kurang tepat jika mereka mengisi hatinya dg cahaya-cahaya sementara
raga dan akalnya dibiarkan berjalan lambat. Hati bisa menggerakkan jiwa dan
emosi, tapi dalam hidup kita jg masih butuh rasionalitas dan teori untuk ikut
berpartisipasi dalam kemajuan masa.
Lalu bagaimana seharusnya kita
menjalani hidup? Apa yang harus kita pilih? Jawabannya adalah kita harus
memilih keduanya. Otak dan hati harus berjalan beriringan tanpa mendahului satu
sama lain. Otak akan mengendalikan raga dan akal, sementara hati kan mengimbanginya
dg kejernihan jiwa dan ketenangan emosi.
0 komentar:
Posting Komentar