BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an
merupakan sumber ajaran umat islam yang pertama sebelum hadis. Di dalam
al-Qur’an berbagai permasalahan mengenai kehidupan dapat ditemukan. Tidak hanya
itu, al-Qur’an pun memiliki beragam pengetahuan yang tetap relevan hingga saat
ini. Bahasa yang digunakan al-Qur’an tak kalah menarik untuk dibahas. Karena
bahasa al-Qur’an penuh dengan nuansa sastra yang sangat tinggi. Dari kekayaan
isi dan kandungan al-Qur’an inilah yang kadang menyebabkan beragam penafsiran
dalam mengartikan lafadz dalam al-Qur’an.
Yang baru-baru
ini sedang hangat diperbincangkan oleh umat islam terkhususnya di Indonesia
adalah kasus penistaan agama yang dilakukan seorang gubernur dalam sebuah ayat
al-Maidah ayat 51. Lafadz “auliya” dalam surat al-Maidah ayat 51 itu
menjadi inti permasalahan dari berbagai macam pro dan kontra terhadap kasus
tersebut. Beragam penafsiran mulai bermunculan untuk ikut membahas penafsiran
kata “auliya ”. Problem inilah yang menginspirasi penulis untuk
menelisik lebih dalam mengenai ragam arti auliya dalam al-Qur’an.
Penulis memilih tafsir al-Maraghi sebagai rujukan utama dengan alasan tafsir
ini mudah dipahami serta kelengkapan pembahasan tafsirannya termasuk aspek
kebahasaan yang dibahas secara rinci dalam kitab tafsir ini.
Kata auliya sendiri
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata waliy. Kata waliy
seringkali dipahami sebagai pemimpin di dunia politik, namun kerap pula
diartikan sebagai kekasih. Bahkan di beberapa tempat di Indonesia mengartikan waliy
sebagai sosok suci yang dikeramatkan oleh mereka. Singkatnya kata waliy ini
kerap kali diartikan beragam tergantung dimana posisi dan kepentingan yang menyertainya.
Prof Sumanto al-Qurthubi dalam artikelnya menyebutkan beragam arti auliya yang dihimpun dari beberapa wawancara singkatnya
dengan teman dan muridnya yang tinggal di Arab Saudi. Menurut mereka, kata auliya merupakan bahasa Arab klasik (fushah)
yang sudah jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kata ini
digunakan, maka penggunaanya mengandung makna dan arti yang spesifik, seperti[1]: Pertama, auliya diartikan
sebagai ayah, ibu, paman atau siapa saja yang menjaga, mengasuh, melindungi,
dan mengurus seorang anak. Atau jika seorang anak tidak memiliki orangtua (yatim-piatu)
sehingga diurus oleh negara atau pemerintah, maka pemerintah itulah sebagai “auliya“
(legal guardian) karena telah mengurus anak tersebut. Kedua, kata “auliya ” juga berarti “wali murid”. Dalam
surat-surat formal dari sekolahan misalnya tertulis: “Ila auliya al-umur” (Kepada
para wali murid). Ketiga, auliya diartikan sebagai
orang-orang saleh dan alim yang dekat dengan Allah. Di Indonesia dapat
diibaratkan seperti Walisongo atau siapa saja yang dianggap saleh dan alim. Keempat,
auliya diartikan sebagai teman atau sekutu. Itulah beberapa pendapat
orang arab mengenai arti auliya. Sedang kata auliya yang
berkaitan dengan pemimpin, mereka menjawab jika “wulah” jamak dari “waa-lii”,
sedang “auliya” jamak dari “wa-lii”. Contoh dari kata “wulah” ini adalah
sultan (seperti di Oman), raja atau malik (seperti di Saudi), amir
(seperti di Qatar), hakim, gubernur, walikota atau umdah, dan
pengunanaan-penggunaan lainnya.
Arti
auliya dalam Google translate adalah “Orang tua”. Sedangkan kedalam bahasa
Inggris arti auliya ternyata diartikan menjadi, custodian, sponsor dan protector.
Custodian ini bermakna sebagai petugas, atau pemelihara. Sedangkan sponsor adalah perseorangan maupun kelompok yang provides fund yaitu penyandang dana untuk sebuah proyek ataupun kegiatan. Sedangkan protector adalah seseorang yang bertugas menjaga sesuatu.
Custodian ini bermakna sebagai petugas, atau pemelihara. Sedangkan sponsor adalah perseorangan maupun kelompok yang provides fund yaitu penyandang dana untuk sebuah proyek ataupun kegiatan. Sedangkan protector adalah seseorang yang bertugas menjaga sesuatu.
Sedangkan
dalam kamus al-Ma’any, kamus english-arabic dictionary, mengartikan kata Auliya sebagai allies, protectors, friends dan patron.[2]
Allies adalah sekutu. Kata ini digunakan sebagai gabungan orang atau kelompok yang tergabung atas dasar ancaman tertentu yang diwujudkan dalam bentuk sebuah perjanjian. Sedangkan friends mengacu pada handai taulan (teman dekat). Kata patron merujuk pada penggunaan beberapa kalimat yang memiliki arti sebagai pelindung, penyokong, langganan tetap. Protectors adalah pelindung yang bertugas menjaga seseorang atau menjaga sesuatu.
Allies adalah sekutu. Kata ini digunakan sebagai gabungan orang atau kelompok yang tergabung atas dasar ancaman tertentu yang diwujudkan dalam bentuk sebuah perjanjian. Sedangkan friends mengacu pada handai taulan (teman dekat). Kata patron merujuk pada penggunaan beberapa kalimat yang memiliki arti sebagai pelindung, penyokong, langganan tetap. Protectors adalah pelindung yang bertugas menjaga seseorang atau menjaga sesuatu.
Sejumlah tokoh penerjemah pun ikut mengartikan auliya degan
beragam arti dari bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia. Diantara tokoh-tokoh
tersebut diantaranya seperti[3]: 1. Yusuf Ali dalam The Meaning of the
Holy Qur’an menerjemahkan auliya dengan friends and
protectors (teman dan pelindung). 2. Muhammad Asad dalam The Message
of the Qur’an dan M.A.S Abdel Haleem dalam The Qur’an menerjemahkan
auliya dengan allies (sekutu). 3. Muhammad Marmaduke Pickthal dalam The
Glorious Qur’an mengalihbahaskan kata auliya menjadi friends.
Begitu juga N.J. Dawood dalam The Koran dan MH. Shakir
dalam The Qur’an. Sedangkan berdasar The Qur’an
terjemahan T.B. Irving, auliya diartikan sebagai sponsors.
Sedangkan tokoh lainnya H.A Mukhti Ali dalam
bukunya Metode Memahami Agama Islam mengartikan auliya dengan
melihat konteks surat Yunus ayat 62-63 yang
berbunyi:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا
يَتَّقُونَ (63)
Artinya:
“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran dan tidak
pula bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
Dengan berdasar
dalil tersebut, Mukhti Ali mengartikan auliya sebagai semua orang yang
mengikuti apa yang disampaikan oleh para utusan Allah dan berusaha mendekat
pada-Nya dan menjalankan syariat-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.[4]
Sedangkan di Indonesia sendiri kata waliy
(mufrad dari auliya) sering disandingkan dengan kata Allah menjadi
waliyullah artinya “wali Allah”. Para ulama tafsir pun berbeda-beda
dalam mengartikan ungkapan kata tersebut. Diantara ulama-ulama ini seperti[5]:
1.
Al-Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam
karyanya Fathul Baari Syarah Shahih
al-Bukhari, beliau mengatakan:
المُرَادُ بِوَلِيِّ اللهِ : الْعَالِمُ بِاللهِ
الْمُوَاظِبُ عَلَى طَاعَتِهِ الْمُخْلِصُ فِي عِبَادَتِهِ
“Yang dimaksud
dengan waliyullah adalah orang yang mengetahui (memiliki ilmu) tentang Allah,
senantiasa menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan ikhlas dalam beribadah
kepada-Nya.)[6]
Penjelasan ini
beliau sampaikan ketika memberikan syarah (penjabaran) hadits riwayat
al-Bukhari di atas.
2.
Ibnu Daqiq al-‘Id dalam Syarah
Arbain Nawawiyyah menukilkan definisi waliyullah yang disampaikan
oleh penulis kitab al-Ifshah ‘an Ma’ani ash-Shihah (yang
dikenal dengan Ibnu Hubairah meninggal pada tahun 560 H):
وَوَلِيُّ اللهِ عز وجل هُوَ الَّذِي يَتَّبِعُ
شَرْعَ اللهِ
“Dan waliyullah
‘Azza wa jalla adalah orang yang mengikuti syari’at Allah.”
3.
Al-Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu
Katsir beliau membawakan penjelasan tentang auliya’:
يُخْبِرُ تَعَالَى أَنَّ أَوْلِيَاءَهُ
هُمُ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ، كَمَا فَسَرَّهُمْ رَبُّهُمْ،
فَكُلُّ مَنْ كَانَ تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا: أَنَّهُ {لَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ} [أَيْ] فِيمَا يَسْتَقْبِلُونَ مِنْ أَهْوَالِ الْقِيَامَةِ، {وَلا
هُمْ يَحْزَنُونَ} عَلَى مَا وَرَاءَهُمْ فِي الدُّنْيَا.
“Allah Ta’ala
memberitakan bahwa auliya’-Nya adalah orang-orang yang beriman dan mereka itu
bertakwa sebagaimana Rabb mereka menafsirkan tentang mereka. Sehingga setiap
orang yang bertakwa, ia akan menjadi waliyullah, yaitu tidak khawatir terhadap
apa yang akan mereka hadapi dari keadaan yang mencekam pada hari kiamat nanti
dan tidak pula bersedih atas apa yang mereka tinggalkan di belakang mereka
dalam dunia ini.”
Dari beragam pengertian auliya berdasar
dari beragam sumber, tentunya semakin menimbulkan pertanyaan bagaimana auliya
diartikan sebenar-benarnya? Apakah benar kata auliya tersebut
memiliki beragam makna yang dapat digunakan dalam konteks-konteks tertentu? Lalu
dalam konteks apa saja kata auliya dapat berubah arti dan maknanya? Dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis akan menghimpun lafadz-lafadz auliya
dalam al-Qur’an dan bagimana kitab Tafsir al-Maraghi menafsirkan
lafadz-lafadz auliya tersebut
dalam beragam arti. Sehingga penulis akan mencoba memberi pencerahan atas
kebingungan, keraguan serta kesalahpahaman bagi sebagian besar umat islam
terhadap konteks arti lafadz auliya ini.
B.
Rumusan Masalah
Dengan bertolak pada rumusan masalah di atas,
penulis menarik rpokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagimana sekilas gambaran mengenai kitab al-Maraghi?
2.
Pada ayat apa saja lafadz auliya disebut
dalam al-Qur’an?
3.
Apa saja ragam arti auliya dalam kitab
Tafsir al-Maraghi?
C.
Tinjauan
Pustaka
Dalam melakukan penelitian ragam arti lafadz auliya
ini, penulis merujuk pada sebuah kitab tafsir modern berjudul al-Maraghi
karya Ahmad
Musthafa Al-Maraghi. Kitab tafsir al-Maraghi terdiri dari 30
jilid, namun penulis hanya melakukan penelitian
dalam jilid-jilid tertentu terkait tema yang diteliti. Penulis menemukan
setidaknya 7 jilid dalam kitab tersebut yang ditemukan 14 ragam arti auliya yang
berbeda-beda. Jilid-jilid tersebut antara lain; jilid 3, jilid 8, jilid 10,
jilid 11, jilid 16, jilid 25, jilid 26. Pada jilid ke 3 ditemukan satu ayat.
Pada jilid 8 ditemukan 2 ayat. Pada jilid 10 ditemukan 4 ayat. Pada jilid 11
ditemukan 1 ayat. Pada jilid 16 ditemukan 1 ayat. Pada jilid 25 ditemukan 5
ayat. Pada jilid 26 ditemukan 1 ayat.
Untuk melihat
seluk beluk kitab al-Maraghi, penulis merujuk pada kitab-kitab yang
membahas kitab al-Maraghi seperti kitab Terjemahan Tafsir Al-Maraghi Juz
I. Muhammad Ali Al-Iyazy dalam karyanya Al-Mufassiruna Hayatuhum
wa Manhajuhum Fi At-Tafsir. Mani’ Abd Halim Mahmud,
penterjemah, Faisal Shaleh dan Syahdianor dalam karyanya Metodologi Tafsir
Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsi. M. Hasby As-Shiddieqy, dalam
karyanya Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir.
Selain itu, sedikitnya
referensi buku yang penulis temukan yang terkait ragam arti auliya dalam
al-Qur’an, sehingga atas dasar problem tersebut penulis merujuk beberapa
artikel di internet untuk dujadikan pelengkap maupun perbandingan dalam
penyusunan proposal penelitian ini.
D.
Kerangka Teori
Dalam
buku Muhammad Ali Al-Iyazy, Al-Mufassiruna
Hayatuhum wa Manhajuhum Fi At-Tafsir penulis kitab al-Maragi memiliki
nama lengkap Ahmad Mustafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im Al-Maraghi,.
Tokoh mufassir ini lahir di kota Maragah, sebuah kota yang terletak dipinggiran
sungai Nil, kira kira 70 Km arah selatan kota Kairo Mesir, Pada Tahun 1300
H/1883 M.[7]
Dalam Muqaddimah Tafsir al-Maraghi, latar
belakang al-Maragi menulis kitab tafsir
ini adalah karena beliau merasa bertanggung jawab akan peristiwa dan problema
yang terjadi di masyarakat, ia merasa terpanggil untuk menawarkan berbagai
solusi berdasarkan dalil dalil qur’ani sebagai alternatif. Tafsir ini lahir
dari buah pikiranya dengan gaya modern, yaitu disesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang sudah maju dan modern, agar dapat dipahami dengan mudah.[8]
Sementara itu
masih dalam Muqaddimah Tafsir al-Maraghi, al-Maraghi menyebutkan Metode dan Sistematika Penafsiran serta
Sumber Penafsiran. Dari sisi metodologi, Al-Maragi
menggunakan metode tafsir yang
memisahkan antara “Uraian Global” dan “Uraian rincian” sehingga penjelasan
ayat-ayat didalamnya dibagi menjadi dua kategori, yaitu ma’na Ijmali dan
ma’na tahlili. Tafsir al-Maragi sangat dipengaruhi oleh
tafsir-tafsir yang ada sebelumnya, terutama tafsir Al-Manar, hal ini
wajar karena dua penulis tafsir tersebut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah
guru yang paling banyak memberikan bimbingan kepada Al-Maragi di bidang tafsir,
bahkan sebagian orang berpendapat bahwa tafsir Al-Maragi adalah penyempurnaan
terhadap tafsir Al-Manar yang sudah ada sebelumnya, metode yang digunakan juga
dipandang sebagai pengembangan dari metode yang digunakan oleh Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha.[9]
Sedangkan sistematika dalam kitab al-Maraghi
yang dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah
sistematika kitab ini yang menjelaskan kosa kata (Syarah al-mufradat),
setelah menyebutkan satu, dua atau kelompok ayat. Al-Maragi melanjutkannya
dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya, namun tidak
semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa kata
yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca. Selain itu al-Maraghi menjelaskan makna ayat secara umum (Ma’na Ijmali), dalam hal ini
Al-Maragi berusaha menggambarkan maksud ayat secara global, yang dimaksudkan
agar pembaca sebelum melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas ia
sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar dalam
memahami maksud ayat tersebut. Dengan sistematika-sistematika itulah penulis
lebih mudah dalam menemukan ragam arti lafadz auliya dengan berbagai
konteks yang berbeda.
Dalam terjemahan kitab tafsir al-Maraghi, penulis
menemukan setidaknya 7 jilid dalam kitab tersebut yang ditemukan 14 ragam arti auliya
yang berbeda-beda. Jilid-jilid tersebut antara lain; jilid 3, jilid 8,
jilid 10, jilid 11, jilid 16, jilid 25, jilid 26. Ragam arti lafadz auliya tersebut
antara lain:
a.
Dalam surat Ali Imran ayat 28 yang berbunyi:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ
مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي
شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ
وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (28)
Pada ayat tersebut lafadz auliya diartikan
sebagai mufrad dari kata walliyun yang berarti “penolong”. Namun
menurut al-Maraghi dalam konteks ayat tersebut kata auliya diartikan
sebagai “kekasih orang-orang kafir”.[10]
b.
Dalam surat al-A’raf ayat 3 yang berbunyi:
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ
وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ (3)
Pada konteks ayat tersebut lafadz auliya
oleh al-Marghi diartikan sebagai “pemimpin suatu urusan”.[11]
c.
Dalam surat Asy-Syura ayat 6 yang berbunyi:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ اللَّهُ حَفِيظٌ عَلَيْهِمْ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ
بِوَكِيلٍ (6)
Pada konteks ayat tersebut lafadz auliya
oleh al-Maraghi diartikan sebagai “Sekutu-sekutu dan tandingan-tandingan
Allah”.[12]
Tentunya
ini sudah dapat memberi gambaran bahwa lafadz auliya memiliki ragam arti
dan makna yang tergantung dengan konteks ayatnya. Perincian lebih lanjut
mengenai ragam arti auliya ini akan penulis paparkan dalam bab-bab
penelitian berikutnya.
E.
Metodologi
Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian
ini termasuk penelitian pustaka (library research) dengan mengumpulkan data dan
meneliti dari buku-buku kepustakaan dan karya-karya dalam bentuk lainnya. Juga
merujuk berbagai artikel di internet yang membahas tema terkait sebagai
pembanding dan pelengkap referensi.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data pada penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan objek penelitian. Objek penelitian ini adalah kitab tafsir al-Maraghi
pada jilid-jilid tertentu dan juga dari
berbagai referensi yang berkaitan dengan tema penelitian.
Literatur-literatur
yang dijadikan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.
Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir al-Maraghi. Sementara
buku-buku, artikel, yang berkaitan dengan tema penelitian ini menjadi sumber
sekunder.
3. Metode
Pengolahan Data
Mayoritas
metode yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah kualitatif,
penulis mengolah data yang ada untuk selanjutnya di interpretasikan ke dalam
konsep yang bisa mendukung sasaran dan objek pembahasan. Pembahasan yang
dibahas di sini adalah lafadz auliya yang beragam arti di berbagi surat yang
ada di al-Qur’an. Beragam pengertian mengenai auliya dapat ditemui, yaitu
pelindung, teman setia, pemimpin, penolong, pembantu, penguasa, patung-patung
yang disembah, sembah-sembahan yang melindungi mereka, pemimpin
4. Metode
Analisis
Pada metode
ini, penulis menggunakan tiga macam metode, yaitu :
·
Metode deduktif, yaitu metode yang digunakan
untuk menyajikan bahan atau teori yang sifatnya umum untuk kemudian diuraikan
dan diterapkan secara khusus dan terperinci.
·
Metode induktif, yaitu metode analisis yang
berangkat dari fakta-fakta yang khusus lalu ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum.
·
Metode komparatif, yaitu metode penyajian yang
dilakukan dengan mengadakan perbandingan antara satu konsep dengan lainnya,
kemudian menarik suatu kesimpulan.
4.
Pendekatan
Penelitian
ini menggunakan metode pendekatan penafsiran al- Quran dari segi tafsir tematik.
Yakni, menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat tema membahas auliya di
dalamnya. Setelah itu penulis melakukan pencarian terkait arti-arti lafadz auliya
tersebut dalam kitab tafsir al-Maraghi.
6. Analisis Data
Untuk
menganalisis data yang telah
terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif maksudnya
adalah menguraikan secara teratur
dari objek penelitian, ragam arti auliya dalam kitab tafsir
al-Maraghi.
F.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dalam suatu
penelitian atau kajian tentu mempunyai tujuan yang mendasari tulisan ini, diantaranya
sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui sekilas gambaran mengenai
kitab tafsir al-Maraghi sebelum mengkaji lebih lanjut ragam arti auliya
dalam kitab tersebut
2.
Untuk berusaha mengkaji ayat-ayat tentang auliya
dalam al- Qu’ran, sehingga dengan adanya kajian ini, umat Islam semakin memahami
arti auliya dalam berbagai konteks ayat.
Sedangkan kegunaannya, diantaranya sebagai
berikut :
1.
Dengan adanya kajian penelitian ini, dapat
menambah wawasan tentang garis besar gambaran kitab tafsir al-Maraghi.
2.
Dengan adanya kajian penelitian ini penulis
berharap dapat memberi pemahaman baru tentang beragam arti lafadz auliya yang
memiliki beragam makna dengan konteks-konteks ayat tertentu.
3.
Dengan adanya kajian penelitian ini penulis
berharap masyarakat pada umumnya tidak salah kembali dalam menempatkan arti
lafadz auliya dalam menafsirkan al-Qur’an.
4.
Selanjutnya penulis melalui penelitian ini
ingin memberi pelajaran kepada para penafsir maupun masyarakat umum agar tidak
sembarangan mudah menafsirkan suatu lafadz maupun ayat dalam al-Qur’an tanpa
melihat konteks ayat maupun lafadz tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mukhti, Metode Memahami Agama Islam. Jakarta:Bulan
Bintang,. 1991.
Fathul Baari: 11/342-versi Maktabah Syamilah
Muhammad Ali Al-Iyazy. Muhammad , Al-Mufassiruna
Hayatuhum wa Manhajuhum Fi At-Tafsir. Teheran: Waziqaf al-Irsyad
al-Islamiyyah. 1414.
Mustafa. Ahmad
al-maraghi . Tafsir Al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar. Jld 3. Semarang: PT.karya Toha Putra Semarang.
19920.
Mustafa. Ahmad
al-maraghi . Tafsir Al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar. Jld 8. Semarang: PT.karya Toha Putra Semarang. 19920.
Mustafa. Ahmad al-maraghi
. Tafsir Al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar. Jld 25. Semarang: PT.karya
Toha Putra Semarang. 19920.
http://risalahmutiaratauhid.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-auliya.html diakses pada 6 Januari 2017 pukul 11:00 WIB
https://fatwasyafii.wordpress.com/2016/03/24/mengenal-auliya/ diakses pada 6 Januari 2017 pukul 10:10 WIB
https://ahlibahasaarab.blogspot.co.id/2016/10/arti-kata-auliya-dalam-bahasa-arab.html diakses pada 6 Januari 2017 pukul 10:30 WIB
[1]
https://ahlibahasaarab.blogspot.co.id/2016/10/arti-kata-auliya-dalam-bahasa-arab.html diakses pada 6 Januari 2017 pukul
10:30 WIB
[3]
http://risalahmutiaratauhid.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-auliya.html
diakses pada 6 Januari 2017
pukul 11:00 WIB
[4]
Mukhti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991),
hlm. 87.
[5]
https://fatwasyafii.wordpress.com/2016/03/24/mengenal-auliya/
diakses pada 6 Januari 2017 pukul 10:10 WIB
[7] Muhammad Ali Al-Iyazy, Al-Mufassiruna
Hayatuhum wa Manhajuhum Fi At-Tafsir, (Teheran:Waziqaf al-Irsyad
al-Islamiyyah), 1414, hal.357
[10]
Ahmad Mustafa
al-maraghi, Tafsir Al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar, ( Semarang: PT.karya
Toha Putra Semarang, 19920), jld. 3, hlm. 241.
[11]
Ahmad Mustafa
al-maraghi, Tafsir Al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar, ( Semarang: PT.karya
Toha Putra Semarang, 19920), jld. 8, hlm. 174.
[12]
Ahmad Mustafa al-maraghi, Tafsir Al-Maraghi.
Terj. Bahrun Abu Bakar, ( Semarang: PT.karya Toha Putra Semarang, 19920), jld.
25, hlm. 23.
0 komentar:
Posting Komentar