Kitab Riyadhus Shalihin

Kitab Riyadhus Shalihin
Makalah Ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
 Mata Kuliah Studi Kitab Hadis Skunder kelas B
Dosen Pengampu : Bapak Dadi Nurhaedi, S.Ag.M.Si



Disusun oleh :

1.      M. Ahsin Tohir                                          ( NIM:15530015 )
2.      M. Marovida Aziz                                     (NIM: 14530017)
3.      M. Hamdan Farid                                     (NIM: 15530034)
4.      4. Sofia Aulia Zakiyatun Nisa                  (NIM: 15530042)



FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TAHUN 2016




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hadis merupakan sumber ajaran kedua dalam Islam setelah al-Qur’an, telah dikaju semenjak masa awal Islam hingga sekarang. Kebutuhan untuk dapat mendapatkan pengetahuan mengenai ajaran Islam inilah yang melatarbelakangi pengumpulan hadis dan kemudian membukukannya pada masa awal Islam hingga sampai kepada imam-imam pengarang kitab hadis.

Pada masa setelahnya bermunculan tokoh pengarang berbagai kitab hadis berdasarkan tujuan tertentu. Seperti Imam an-Nawawi yang termasuk dalam jajaran ulama besar abad 7 Hijriyah yang mengarang berbagai kitab. Karya-karya beliau telah mendapat pujian dan sanjungan serta perhatian yang besar dari ulama sehingga mempelajari, mengambil faedah, dan menukil dari karya-karya beliau. Slah satu kitabnya adalah Riyadhus Shalihin. Kitab ini sangat masyhur dikalangan umat Islam, tidak terkecuali Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah biografi Imam an-Nawawi?
2.      Bagaimanakah latar belakang penulisan kitab Riyadhus Shalihin?
3.      Bagaimana metode dan sistematika penulisan kitab Riyadhus Shalihin?
4.      Apa saja kekurangan dan kelebihan kitab Riyadhus Shalihin?
5.      Apa saja contoh hadis kitab Riyadhus Shalihin?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Imam an-Nawawi

1.      Silsilah dan Kehidupan Intelektual
Imam an-Nawawi mempunyai nama lengkap Abu Zakariya Yahya Syaraf bin Muri bin Hasan bin Husein bin Muhammad bin Jumu’ah bin Hisyam an-Nawawi. Imam an-Nawawi dilahirkan pada bulan Muharram pada tahun 631 H di desa Nawa, sebuah desa yang berada di daerah Hauran, Suriah. Dari nama desa tersebutlah nama an-Nawawi dikaitkan. Ia dilahirkan dari kedua orangtuanya yang saleh. Ketika menginjak usia sepuluh tahun, dia mulai menghapal al-Qur’an, dan belajar Fiqih kepada beberapa ulama di sana.

Sejak kecil dia selalu menuntut ilmu pengetahuan sehingga pada usia delapan belas tahun dia sudah terkenal sebagai anak yang paling menonjol di antara kawan-kawan seangkatannya. Pada usia itu, yakni pada tahun 649 H, Imam an-Nawawi bersama bapaknya pergi ke kota Damaskus untuk menuntut ilmu di Madrasah Darul Hadis. Dia tinggal di Madrasah Rawahiyah yang berimpitan dengan Masjid Al-Umawi di bagian sebelah timur. Pada tahun 651 H Imam an-Nawawi beserta bapaknya melaksanakan ibadah haji kemudian pulang ke Damaskus.[1]

Pada tahun 665 H, beliau diberi tugas untuk menjadi guru di Madrasah Darul Hadis dan mengelola bidang pendidikan. Saat itu usianya baru menginjak 34 tahun. Kehidupan intelektual Imam an-Nawawi setelah tiba di Damaskus dapat dibedakan menjadi tiga bagian:
a.       Berjuang keras dalam menuntut ilmu pada masa awal pertumbuhan dan masa mudanya. Beliau sangat serius dalam masalah bacaan dan hafalan. Beliau hapal kitab at-Tanbiih dalam waktu empat bulan, seperempat bagian ibadah dari kitab al-Muhdzdzab disisa akhir tahun. Dalam waktu yang sangat singkat, beliau telah memperoleh pengetahuan yang mengagumkan.
b.      Keluasan ilmu dan wawasannya. Beliau telah meguasai hampir semua bidang pengetahuan. Muridnya, Alauddin bin Aththar menceritakan bahwa dalam satu hari Imam an-Nawawi belajar dua belas pelajaran kepada beberapa guru.
c.       Melahirkan karya-karya ilmiah dengan sangat produktif. Beliau mulai aktif menulis pada tahun 660 H, saat beliau berusia 30 tahun. Beliau mulai menguraikan pikiran-pikirannya dalam berbagai buku dan karya yang ditulis dalam bahasa yang mudah, argumen yang kuat, pemikiran yang jelas dan objektif. Sampai saat ini karya-karyanya telah mendapatkan perhatian besar dari dunia muslim. Diantaranya adalah Syarah Shahih Muslim, al-Majmu’ Syarh Muhadzhzab, al-Adzkar, Tahdzibul Asma’, al-Arbain an-Nawawi, Riyadhus Shalihin, dan kitab-kitab lainnya.

Diantara guru-guru Imam an-Nawawi adalah Syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi, Syaikh Kamal bin Ahmad, Abdul Aziz bin Muhamamd al-Anshari. Zainuddin bin Abdud Daim, Imanuddin bin Abdul Karim al-Harastani, dan guru-guru lainnya. Sedangkan murid-muridnya antara lain, al-Khatib Shadruddin Sulaiman al-Ja’fari, Ibnu Abil Fath, al-Mazi, Shihabuddin bin Ja’wan, dan lain-lain.



2.      Akhlak dan Sifatnya

Para penulis biografi sepakat bahwa Imam an-Nawawi adalah seorang yang zuhud, panutan dalam hal wara’, orang yang bijak dalam hal hukum, menyuruh kebaikan dan kemungkaran. Dari Madrasah Darul Hadis beliau mendapat gaji yang sangat besar, akan tetapi beliau tidak mengambilnya. Beliau mengumpulkannya pada kepala madrasah hingga setahun, lalu Imam an-Nawawi menggunakan uang itu untuk membeli aset dan mewakafkannya untuk Darul Hadis, atau beliau membeli kitab dan mewakafkannya ke perpustakaan madrasah.

Beliau pun tidak mengambil sedikitpun pemberian atau hadiah dari siapapun, kecuali jika pemberian ituu sesuai dengan kebutuhannya dan pemberinya juga orang yang memiliki agama yang baik. Imam an-Nawawi selalu tidur di kamar tempat beliau pertama kali tinggal di Damaskus dalam kompleks madrasah tanpa menuntut apa pun di luar itu semua.


3.      Wafatnya
Pada tahun 676 H Imam an-Nawawi kembali ke desa Nawa setelah mengembalikan kitab-kitab yang telah dipinjamnya dari perpustakaan. Setelah mengunjungi orangtuanya, beliau menuju Baitul Maqdis dan Khalil. Sekembalinya lagi ke desa Nawa beliau jatuh sakit. Tepat pada 24 Rajab 676 H beliau wafat pada usia kurang lebih 45 tahun dan tidak meninggalkan keturunan karena tidak menikah.[2]



B.     Latar Belakang Penulisan Kitab
Latar belakang penulis dalam menyusun kitab ini adalah untuk menghimpun ringkasan hadis-hadis shahih yang mencakup berbagai aspek yang dapat dijadikan sebagai jalan menuju kehidupan akhirat, yang mampu mengahasilkan adab lahir batin, yang  meringkas anjuran dan peringatan serta berbagai macam adab para penempuh jalan rohani misalnya hadis–hadis tentang zuhud, pelatihan jiwa, pembersihan akhlak, penyucian dan pengobatan hati, menjaga anggota tubuh dan menyembuhkan kebengkokan dan aspek lain yang menjadi tujuan bagi orang-orang yang bijaksana.

Dalam penyusunan kitab ini, an-Nawawi berkomitmen untuk tidak  menyebutkan kecuali hadis yang sudah jelas keshahihannya dan bersandar kepada kitab-kitab shahih dan masyhur. Selain itu, awal setiap babnya mengutip ayat Al-Qur’an dan menerangkan beberapa kosakata yang kurang jelas. Bila penulis mengatakan muttafaq ‘alaih disetiap akhir hadis, maka yang dimaksud adalah hadis itu diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.[3]

An-Nawawi berharap kitab ini dapat menjadi penuntun kepada kaebaikan bagi pembaca yang memberikan perhatian yang serius, dan dapat mencegah dirinya dari keburukan yang merugikannya.


C.    Sistematika dan Metode Penulisan Kitab

Imam an-Nawawi memulai kitab Riyadhus Shalihin dengan muqaddimah yang ringkas. Salah satu keinginannya ialah menginginkan kitabnya agar menjadi pedoman bagi mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Beliau menginkan kitab ini hanya mengandung hadis-hadis shahih saja. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembaca mengamalkan isi kandungan kitab ini tanpa ragu-ragu.

Sebagai sebuah kitab yang mengandung hadis-hadis yang lebih menjurus pada pembentukan akhlak dan pribadi, beliau memulai dengan Bab Ikhlas dan menghadirkan niat sebagai satu syarat untuk diterimanya amalan. Lalu diikuti dengan bab-bab Taubat, Sabar, Shiddiq, Taqwa, Istiqomah, Mujahadah, dan bab-bab lainnya. Selain itu, Imam an-Nawawi juga mengategorikan hadis-hadis kepada beberapa bab yang utama atau dinamakan sebagai kitab. Di antara kitab-kitab tersebut antara lain, Kitab Adab, Kitab Adab Makan, Kitab Pakaian, Kitab Adab Tidur, Kitab Salam. Kitab Menziarahi orang sakit, Kitab Adab Musafir, Kitab Kelebihan, Kitab Ikhtilaf, dan Kitab Zikir-zikir.

Banyak hal-hal kecil yang di ajarkan dalam kitab ini, contohnya Kitab Adab Makan yang mengandung 19 bab, diantaranya Bab Membaca Tasmiah Semasa Memulakan Makan dan Tahmid selepasnya. Bab Larangan Mencela Makanaan dan diharuskan memuji makanan. Bab Makan dengan Tiga Jari, dan sebagainya dirincikan dalam kitab ini.

Adapun metode yang dipakai dalam penulisan kitab ini, Imam an-Nawawi mengemukakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai dalil utama untuk menguatkan dalil penyokong dalam sebagian besar bab, kemudian menyertakan dalil hadis yang berkaitan dengan bab-bab yang dibahas.

Dalam muqaddimahnya, Imam an-Nawawi mengatakan: “Saya berusaha sekuat sekuat tenaga untuk tidak mencantumkan hadis-hadis yang tidak shahih dan semuanya itu saya kutip dari kitab-kitab hadis yang masyhur. Pada setiap bab sebelum sampai pada hadis-hadis saya usahakan untuk mencantumkan beberapa ayat al-Qur’an.”

Berdasarkan ungkapan beliau di atas, memang benar adanya usaha beliau untuk menghadirkan hadis-hadis shahih sebagai sandaran untuk menyampaikan maksud beliau tentang ajaran-ajaran islam. Hal ini terbukti dengan hadis-hadis yang mayoritas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang kebanyakan berstatus shahih, namun ada hadis-hadis yang tidak mencapai hadis shahih.

Sesuai perhitungan Maktabah Shamela, kitab ini berisi 19 kitab dan 372 bab dan memuat 1897 hadis. [4]


D.    Kekurangan dan Kelebihan Kitab[5]

Kelebihan dari kitab Riyadhus Shalihin ini terdapat pada pembahasan Isu-isu targhib dan tarhib  yang diangkat dengan  begitu sempurna berdasarkan hadis-hadis yang sahih memberikan satu petunjuk  kepada pembaca  untuk melakukan amalan berdasarkan kandungan kitab ini. Salah satu kelebihan yang cukup  terlihat bagi kitab ini di tengah-tengah kebanjiran hadis-hadis palsu dan rekaan di dalam isu targhib  dab tarhib  yang menyebabkan umat Islam menjadi keliru di dalam menentukan pendirian dan sikap. Selain itu  kitab ini sangat lengkap dalam membahas berbagai bab, sehingga para  pembaca tak perlu mencari  banayak referensi untuk mencari dalil dalam berbagai  persoalan yang  menyangkut  berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Kekurangan dari kitab ini  adalah  hadis-hadis yang  setema masih tercampur dari sudut  penyusunan. Ketiadaan  nomor hadis juga menyebabkan kesukaran untuk pembaca melakukan  rujukan   semula terhadap  satu-satu isu ataupun  hadis. Oleh karenanya sebaiknya kepada pembaca yang berniat  akan mengembangkan kitab ini, sebaiknya mencantumkan penomeran halaman dan  tidak  mencampur adukkan  hadis-hadis setema.


E.     Contoh- contoh Hadis dalam kitab
.............................................................................................



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kitab Riyadhus Shalihin ditulis oleh Abu Zakariya Yahya Syaraf bin Muri bin Hasan bin Husein bin Muhammad bin Jumu’ah bin Hisyam an-Nawawi. Latar belakang penulisan kitab ini penulis menginginkan agar menjadi pedoman bagi mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Beliau menginkan kitab ini hanya mengandung hadis-hadis shahih saja. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembaca mengamalkan isi kandungan kitab ini tanpa ragu-ragu.

Kitab ini berisi hadis-hadis yang mayoritas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang kebanyakan berstatus shahih, namun ada hadis-hadis yang tidak mencapai hadis shahih. Kitab ini berisi 19 kitab dan 372 bab dan memuat 1897 hadis. Di antara kitab-kitab dalam kitab tersebut antara lain, Kitab Adab, Kitab Adab Makan, Kitab Pakaian, Kitab Adab Tidur, Kitab Salam. Kitab Menziarahi orang sakit, Kitab Adab Musafir, Kitab Kelebihan, Kitab Ikhtilaf, dan Kitab Zikir-zikir.




Daftar Pustaka

An-Nawawi Imam , Riyadhus Shalihin, terj. Muslich Shabir, Semarang. CV Toha Putera. 1981.
Dib al-Bugha, Mustafa, dkk.“Syarah Riyadhus Shalihin”, terj. Misbah. Jakarta. Gema Insani Press. 2012
Maktabah Shamela














[1] Musthafa Div al-Bugha, dkk. “Syarah Riyadhus Shalihin”, terj. Misbah (Jakarta: Gema Insani Press). 2012. Hlm. vii
[2] Imam an-Nawawi, Riyadhus Shalihin, terj. Muslich Shabir, (Semarang:CV Toha Putera, 1981), hlm. Iv.
[3] Mustafa Dib al-Bugha, dkk.“Syarah Riyadhus Shalihin”, terj. Misbah (Jakarta: Gema Insani Press). 2012 hlm. 3

[4] Maktabah Shamela

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.