Ragam Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufiq, dan hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pemikiran Tafisr Indonesia ini tepat pada waktunya. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita sampai kepada cahaya islam saat ini.
Al Qur’an merupakan mu’jizat yang paling besar bagi Rasulullah SAW. Ia terjaga dari awal hingga akhir zaman nanti. Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir. Salah satu penafsira yang diupayakan oleh ulama Indonesia adalah menafsirkan al-Qur’an ke dlam bahasa Indonesia.

Dalam makalah ini kami akan membahas lebih mendalam mengenai ragam penafsiran al-Qur’an berbahasa Indonesia, melihat karakteristik penafsiran tersebut, serta contoh-contoh dari penafsiran al-Qur’an berbahasa Indonesia ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Baidhowi yang telah memberi kesempatan bagi kami untuk mengkaji lebih mendalam Penafsiran al-Qur’an berbahasa di Indonesia. Tentu dalam makalah kami masih banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami harap pembaca dapat  memberi kritik dan saran agar  makalah ini.


DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... iii
A. Latar belakang...................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah................................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A.    Ragam Penafsiran al-Qur’an Berbahasa Indonesia..............................................
B.     Karakteristik Penafsiran al-Qur’an Berbahasa Indonesia....................................
C.     Contoh Penafsiran al-Qur’an Berbahasa Indonesia....................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................

        
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir. Menurut Abu Hayyan, tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an dan tentang arti dan makna dari lafazh-lafazh tersebut, baik kata perkata maupun dalam kalimat yang utuh serta hal-hal yang melengkapinya.
Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri. Di Indonesia sendiri pun berkembang ragam penafsiran dengan berbagai corak dan bahasa sesuai lokalistik berbagai daerah di Indonesia. Namun dalam makalah ini akan lebih menekankan pragam penafsiran al-Qur’an pada pembahasan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana Ragam Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?
2.      Bagaimana Karakteristik Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?
3.      Apa Saja Contoh Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?


 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ragam Penafsiran al-Qur’an Berbahasa Indonesia di Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pemersatu suku-suku bangsa Indonesia. Literatur tafsir al-Qur’an di Indonesia ditulis dalam bahasa Indonesia dan dengan aksara latin. Dari segi sasaran, model penulisan tafsir al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu; menggunakan bahasa Indonesia dan dengan aksara latin tentu lebih populer, sebab secara umum lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, bagi masyarakat Muslim yang tidak bisa membaca bahasa Arab dengan baik, akan lebih suka menggunakan literatur tafsir yang berbahasa Indonesia daripada yang berbahasa daerah. Dalam perkembangannya sekarang ini, literatur tafsir al-Qur’an lebih banyak ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan aksara latin, misalnya yang dilakukan oleh A. Hassan, Mahmud Yunus, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, M. Quraish Shihab, dan lain-lain.[1] Berikut ini beberapa kitab tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia
1.      A. Hassan (w. 1958) menulis kitab Tafsir Al-Qur’an, al-Furqan (1956)
2.      Mahmud Yunus (w. 1982) menulis kitab Tafsir Qur’an Karim yang diterbitkan pada tahun 1938 M.
3.      M. Quraish Shihab, beliau lahir pada tahun 1944, beliau menulis kitab Tafsir al-Misbah yang diterbitkan pada tahun 2003 M.
4.      T.M. Hasbi Ash-Shiddiqiey (1975) menulis kitab Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur (1952).[2]
Di atas semua itu perlu dicatat bahwa para ulama yang menulis tafsir al-Qur’an di Indonesia sebagian masih ada yang tetap menuliskan karya tafsir dalam bahasa dan aksara Arab.[3]
B.       Karakteristik Tafisr Al-Qur’an Berbahasa Indonesia
            Karakteristik merupakan ciri khas yang bisa dlihat dan di analisis. Jadi dalam penulisan tafrsir  karakteristik tersebut terkandung atau bisa mengidentifikas metode penafsiran, teknik dan corak penafsiran serta diadalamnya terkandung nilai – niilai lokal.
         Metode penafsiran lebih menekankan cara penggunaan penafsiran yang dilalui oleh penafsir dalam menafsirkan al- Qur’an apakah menafsirkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau dengan kisah israliyat maupun ra’yu maupun metode tafsir lainnya.
Sedang teknik penafsiran menekankan pada prosedur penafsiran yang dilalui, ada bermacam – macam prosedur penafsiran dalam sejarah penulisan tafsir. Beberapa macam prosedur penulisan tafsir antara lain yaitu; penafsiran yang di mulai dari makna mufrodat, kemudian memberikan makna ijmali dan akhirnya memberkan makna tafsily ( terperinci ).
Sedang corak penafsiran adalah menekankan pada aliran penafsiran atau kecendrungan mazdhab teologi yang dianut penafsir baik tradsional maupun modern. Selain metode tafsir, teknik penafsiran maupun corak penafsiran di dalam tafsir juga terdapat nilai atau muatanmuatan lokal.
            Jadi berdasarkan pemaparan diatas karakteristk tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia mempunyai beberapa ciri khas baik metode, teknik, corak, maupun muatan lokal dalam penafsiran al-Qur’an. Adapun karakteristik tafsir Al-Qur’an berbahasa Indonesia dapat dilhat dari beberapa karya tafsir dari mulai sektar abad ke- 20 maupun sesudah abad ke- 20. Adapun  metode, teknik, corak, dan nilai lokal dari tafsir tersebut dapat dilihat dari pemaparan dibawah ini.
a.      Metode
           Dari beberapa sumber buku tafsir sepeti Tafsir Hamka, tafsir terbitan DEPAG RI , Tafsir Rahmat karya Oemar Bakri serta beberapa buku tafsir berbahasa Indonesia terlihat metode yang digunakan adalah sebagian besar penafsir menekankan pada kutipan- kutpan ayat Qur’an, hadis, riwayat, serta penafsir masa lampau.

b.      Teknik
          Ada beberapa teknik penafsiran dari dalam tafsir Qur’an berbahasa Indonesia antara lain; Pertama, teknik penafsiran yang langsung memberikan penafsiran global ( umum ) tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata ( mufrodat ). Yang kedua adalah klompok tafsir yang memberikan penafsiran dari arti kata ( mufrodat ) terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan penafsiran ayat secara terperinci seperti yang dilakukan oleh Prof. Hasbi ash-Shidiqy dalam buku tafsirnya an- Nur dan al-Bayan. Selanjutnya yang Ketiga penafsiran secara menyeluruh dengan mengutip pendapat mufassir terdahulu seperti dalam tafsir al-Azhar karya Hamka.

c.       Corak
        Corak merupakan aliran penafsiran yang di tinjau dari sudut teologi, terdapat  dua aliran tafsir dalam tafsir alqur’an berbahasa Indonesia yaitu tradisional dan modern.
Aliran tradisional menekankan pada pemaknaan lafzi dan menolak menggunakan makna majazi atau metamorphosis, sedang aliran modern menekankan penafsiran pada penggunaan akal yang kuat dan banyak menggunakan makna majazi atau metamorphosis.
         Contoh penafsiran yang memberikan pemaknaan yang berbeda antara kedua klompok tersebut terdapat pada ayat  ‘’yaduallah fauqo aidihim’’ . Aliran modern menafsirkan ayat terrsebut dengan ‘’ tangan allah diatas tangan mereka’’ aliran modern dengan menutamakan akal menafsirkan kata  yadun tidak diartikan tangan secara materi atau jasmani tetapi mengartikan kata yadun yaitu kekuasaan dalam hal ini kekuasaan atau rahmat Tuhan terhadap mahluknya. Sedang aliran tradisional karena berpegang pada penekanan arti harfi mereka menolak penafsiran lain dengan alasan kata yang terdapat dalam al-Qur’an tidak boleh ditafsirkan dengan arti lain, aliran tradisional berpendapat bahwa Tuhan memang mempunyai dua tangan tetapi tidak boleh diartikan rahmat atau kekuasaan dan mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak dapat diberikan gambaran atau definisi.
        Corak atau aliran penafsiran yang memberikan penafsiran modern atau menekankan pada akal antara lain terlihat dalam tafsir al-Azhar, dan tafsir Rahmat. Sedang aliran penafsiran yang menekankan pada pemaknaan harfiah atau lafdzi[4] (tradisional ) terlihat pada tafsir yang ditulis mahmoed joenoes, tafsir al-qur’an majid an-nur karya hasbi dan sebagian besar penafsir abad ke– 20.[5]

d.      Nilai atau muatan lokal
       Nilai atau muatan lokal dari tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia antara lain menggunakan bahasa Indonesia resmi ataupun melayu, menggunakan metode metode yang sudah dikenal oleh kalangan penafsir baik metode klasik atau modern, serta beberapa ciri khas lainnya yang mencerminkan aspek- aspek lokal dalam penafsiran al-Qur’an berbahasa Indonesia.


C.    Contoh Penafsiran
a.       Tarsir Al Azhar Al Quran Surat Mumtahanah Ayat 10
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ [٦٠:١٠]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini turun sesudah perjanjian Hudaibiyah, pada tahun ke6. HAMKA menafsirkan ayat ini sebagai berikut: “dan tidaklah dosa atasmu bahwa kamu nikahi mereka apabila telah kamu berikan kepada mereka mahar mereka”, arti potongan ayat ini adalah apabila telah selesai dibayar uang ganti kkerugian atau mahar laki-laki yang masih kafir itu dan istrinya, maka telah masuk perlindungan islam, maka tidak berdosa atau dilarang jika pihak islam menikahi perempuan yang telah diseraikan dengan suami yang masih kafir itu. Yaitu dengan membayar maharnya terlebih dahulu itulah perturannya[6].
Berdasarkan ayat tersebut maka seorang laki-laki kafir yang telah islam tidak boleh kawin dengan perempuan yang masih kafir, kecuali ahl kitab yang diberikan pengecualian dalam QS al Maidah ayat 5. Namun, laki-laki muslim itu harus memilki iman yang kuat. Agar dapat membimbing keluarganya ke dalam aqidah islam. Jika tidak memiliki iman yang kuat maka itu sama saja dengan mempermainkan agama.Selain itu HAMKA juga mengemukakan pendapat mazhab Imam Abu Hanifah dan Sufyan bin Uyaynah, atau disebut juga mazhab orang Kaufah. Jika perempuan lebih dahulu masuk islam, dianjurkan lah kepada suami agar masuk islam juga. Jika suami tidak mau difaraklah (dipisahkan) diantara keduanya[7].
Jika keduanya tinggal di negeri yang sedang diperang (Darul Harb), atau di negeri islam. Serta keduanya adalah orang kafir yang diperangi islam. Hendaklah sesudah keduanya dipisahkan dan diberi masa iddah tiga kali haid. Jika si suami masuk islam pada masa iddah maka boleh dipertemukan kembali dan tidak mengulang pernikahan. Namun jika keduanya di tempat terpisah, satu di negeri islam dan seorang sedang diperangi di negri kafir, serta masuklah salah seorang kedalam agama islam. Maka denga sendirinya putuslah hubungan perkawinan mereka. Sedangkan bagi istri yang masih perawan ulama sepakat bahwa setelah berpisah maka tidak ada iddah. Dan bisa langsung dinikahi laki-laki islam.
Dan mintalah (kembali) apa yang telah kamu bayar” yaitu jika pihak permpuan telah masuk islam namun murtad dan lari ke pihak kafir. Maka mintalah kembali maharrnya kembali. “dan biarlah mereka meminta apa yang telah mereka bayar”. Yaitu jika perempuan musyrik datang manyatakan mengkuti masyarakkat islam. Maka bekas suaminya dikembalikan maharnya. “demiikian itulah hukum Allah yang dia hukumkan di antara kamu”. Menurut Ibnu Arabi (mazhab maliki): “hukum itu adalah khusus untuk zaman”. Ijma’ ulama menyepakati jika huku itu berlaku sesuah Shuluh Hudaibiyyah, untuk menjelaskan kedudukan wanita dalam perjanjian trsebut.  “dan allah maha tahu lagi maha bijak sana” artinya adalah segala kejadian dlam perkembangan hubungan muslimin dengan msuyrikin itu telah diketahui Allah di setiap waktu. Allah maha bijaksana dalam mengaturnya, agar terjaga, kokoh, dan teguh islam yang tumbuh tersebut[8].
b.      Tafsir al Misbah al Quran surat al- An’am ayat 2
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ.
            “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus ragu-ragu.
            Dalam hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya Al Quran menggunakan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT[9].
            Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia, dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup dengan normal, bisa jadi sampai seratus atau seratus dua puluh tahun; inilah yang tertulis dalam lauhal-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui sehingga tiba ajal sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada batas100 atau 120 tahun itu[10].
            Quraish kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali[11].


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pemersatu suku-suku bangsa Indonesia. Literatur tafsir al-Qur’an di Indonesia ditulis dalam bahasa Indonesia dan dengan aksara latin. Dari segi sasaran, model penulisan tafsir al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu; menggunakan bahasa Indonesia dan dengan aksara latin tentu lebih populer, sebab secara umum lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.
Karakteristk tafsir alqur’an berbahasa Indonesia mempunyai beberapa cirri khas baik metode, teknik, corak, maupun muatan lokal dalam penafsiran al-Qur’an. adapun karakteristik tafsir Al-Qur’an berbahasa Indonesia dapat dilhat dari beberapa karya tafsir dari mulai sektar abad ke- 20 maupun sesudah abad ke- 20.
Beberapa tokoh dan  kitab tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia antara lain; A.Hassan (w. 1958) menulis kitab Tafsir Al-Qur’an, al-Furqan (1956), Mahmud Yunus (w. 1982) menulis kitab Tafsir Qur’an Karim yang diterbitkan pada tahun 1938M. M. Quraish Shihab, beliau lahir pada tahun 1944, beliau menulis kitab Tafsir al-Misbah yang diterbitkan pada tahun 2003 M.






        
        

DAFTAR PUSTAKA

Al- Shabani, Ali Muhammad, al-Tibyan fi Ulum Qur’an, terj. Moh Chudlory dan Moh Matsna, Bandung: Al-Ma’ruf, 1970
Amrullah, Abdusmalik Abdulkarim, Tafsir al-Azhar, Vol 30, Surabaya: Pustaka Islam, 1984
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia:Dari Hermenuetik hingga Ideologi, Jakarta: Teraju, 2003
Nasution, Harun, Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1983
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, Vol IV, Bandung:Lentera Hati, 2009
http//www.id.m.wikipedia.org, diakses tanggal 18 Desember 2016 pukur 20:00 WIB









[1] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 63.

[2] http//www.id.m.wikipedia.org, diakses tanggal 18 Desember 2016 pukur 20:00 WIB


[3]  Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 63.

[4] Muhammad ali al – shabani, al tibyan fi ulum qur’an, terjemahan moh chudlory dan moh mastna bandung : Alma’arif, 1970 hal 199
[5] Harun Nasution, aliran sejarah, analisa perbandingan ( Jakarta UI press, 1983 ) Hal. 150
[6] Abdullahmalik Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30 (Surbaya; Putaka Islam, 1984 ), Hal 143.
[7]Abdullahmalik Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30 (Surbaya; Putaka Islam, 1984 ), Hal 145.
[8] Abdullahmalik Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30 (Surbaya; Putaka Islam, 1984 ), Hal 144-146.
[9]M. QuraishShihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 10-11.
[10]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 13.
[11]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 13-14.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.