KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufiq,
dan hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pemikiran
Tafisr Indonesia ini tepat pada waktunya. Shalawat dan Salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita
sampai kepada cahaya islam saat ini.
Al Qur’an merupakan mu’jizat yang
paling besar bagi Rasulullah SAW. Ia terjaga dari awal hingga akhir zaman
nanti. Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Al-Qur`an
ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban
dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka
untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan
tafsir. Salah satu penafsira yang diupayakan oleh ulama Indonesia adalah
menafsirkan al-Qur’an ke dlam bahasa Indonesia.
Dalam makalah ini kami akan
membahas lebih mendalam mengenai ragam penafsiran al-Qur’an berbahasa
Indonesia, melihat karakteristik penafsiran tersebut, serta contoh-contoh dari
penafsiran al-Qur’an berbahasa Indonesia ini.
Kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Baidhowi yang telah memberi kesempatan bagi kami untuk mengkaji lebih
mendalam
Penafsiran al-Qur’an berbahasa di Indonesia. Tentu dalam
makalah kami masih banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kami harap pembaca dapat memberi kritik
dan saran agar makalah ini.
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... iii
A. Latar belakang...................................................................................................... iii
A. Latar belakang...................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah................................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A.
Ragam Penafsiran
al-Qur’an Berbahasa Indonesia..............................................
B.
Karakteristik Penafsiran al-Qur’an
Berbahasa Indonesia....................................
C.
Contoh Penafsiran al-Qur’an Berbahasa
Indonesia....................................
BAB III PENUTUP..............................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah sumber dari segala
sumber ajaran Islam. Al-Qur`an
ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban
dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka
untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan
tafsir. Menurut Abu Hayyan, tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara
pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an dan tentang arti dan makna dari
lafazh-lafazh tersebut, baik kata perkata maupun dalam kalimat yang utuh serta
hal-hal yang melengkapinya.
Penafsiran terhadap al-Qur`an
mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan
umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali
dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga
lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka
ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin
perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya
sendiri. Di Indonesia sendiri pun berkembang
ragam penafsiran dengan berbagai corak dan bahasa sesuai lokalistik berbagai
daerah di Indonesia. Namun dalam makalah ini akan lebih menekankan pragam
penafsiran al-Qur’an pada pembahasan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut.
1.
Bagaimana Ragam
Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?
2.
Bagaimana
Karakteristik Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?
3.
Apa Saja Contoh
Penafsian al-Qur’an berbahasa Indonesia di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ragam Penafsiran al-Qur’an Berbahasa Indonesia di Indonesia
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pemersatu suku-suku bangsa
Indonesia. Literatur tafsir al-Qur’an di Indonesia ditulis dalam bahasa
Indonesia dan dengan aksara latin. Dari segi sasaran, model
penulisan tafsir al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu; menggunakan bahasa
Indonesia dan dengan aksara latin tentu lebih populer, sebab secara
umum lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.
Di Indonesia,
bagi masyarakat Muslim yang tidak bisa membaca bahasa Arab dengan baik, akan
lebih suka menggunakan literatur tafsir yang berbahasa Indonesia daripada yang
berbahasa daerah. Dalam perkembangannya sekarang ini, literatur tafsir
al-Qur’an lebih banyak ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan aksara
latin, misalnya yang dilakukan oleh A. Hassan, Mahmud Yunus, T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, M. Quraish Shihab, dan lain-lain.[1]
Berikut ini beberapa kitab tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia
1.
A.
Hassan (w. 1958) menulis kitab Tafsir Al-Qur’an, al-Furqan (1956)
2.
Mahmud
Yunus (w. 1982) menulis kitab Tafsir Qur’an Karim yang diterbitkan pada tahun
1938 M.
3.
M.
Quraish Shihab, beliau lahir pada tahun 1944, beliau menulis kitab Tafsir
al-Misbah yang diterbitkan pada tahun 2003 M.
4.
T.M.
Hasbi Ash-Shiddiqiey (1975) menulis kitab Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur
(1952).[2]
Di
atas semua itu perlu dicatat bahwa para ulama yang menulis tafsir al-Qur’an di
Indonesia sebagian masih ada yang tetap menuliskan karya tafsir dalam bahasa
dan aksara Arab.[3]
B.
Karakteristik Tafisr
Al-Qur’an Berbahasa Indonesia
Karakteristik
merupakan ciri khas yang bisa dlihat dan di analisis. Jadi dalam penulisan
tafrsir karakteristik tersebut
terkandung atau bisa mengidentifikas metode penafsiran, teknik dan corak
penafsiran serta diadalamnya terkandung nilai – niilai lokal.
Metode penafsiran lebih
menekankan cara penggunaan penafsiran yang dilalui oleh penafsir dalam menafsirkan
al- Qur’an apakah menafsirkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau dengan
kisah israliyat maupun ra’yu maupun metode tafsir lainnya.
Sedang teknik
penafsiran menekankan pada prosedur penafsiran yang dilalui, ada
bermacam – macam prosedur penafsiran dalam sejarah penulisan tafsir. Beberapa
macam prosedur penulisan tafsir antara lain yaitu; penafsiran yang di mulai
dari makna mufrodat, kemudian memberikan makna ijmali dan
akhirnya memberkan makna tafsily ( terperinci ).
Sedang corak
penafsiran adalah menekankan pada aliran penafsiran atau kecendrungan
mazdhab teologi yang dianut penafsir baik tradsional maupun modern. Selain
metode tafsir, teknik penafsiran maupun corak penafsiran di dalam tafsir juga
terdapat nilai atau muatan – muatan lokal.
Jadi berdasarkan pemaparan diatas
karakteristk tafsir al-Qur’an berbahasa Indonesia mempunyai beberapa ciri khas
baik metode, teknik, corak, maupun muatan lokal dalam penafsiran
al-Qur’an. Adapun karakteristik tafsir Al-Qur’an berbahasa Indonesia dapat
dilhat dari beberapa karya tafsir dari mulai sektar abad ke- 20 maupun sesudah
abad ke- 20. Adapun metode, teknik,
corak, dan nilai lokal dari tafsir tersebut dapat dilihat
dari pemaparan dibawah ini.
a.
Metode
Dari beberapa sumber buku tafsir
sepeti Tafsir Hamka, tafsir terbitan DEPAG RI , Tafsir Rahmat
karya Oemar Bakri serta beberapa buku tafsir berbahasa Indonesia terlihat
metode yang digunakan adalah sebagian besar penafsir menekankan pada kutipan-
kutpan ayat Qur’an, hadis, riwayat, serta penafsir masa lampau.
b.
Teknik
Ada beberapa teknik penafsiran dari
dalam tafsir Qur’an berbahasa Indonesia antara lain; Pertama,
teknik penafsiran yang langsung memberikan penafsiran global (
umum ) tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata ( mufrodat ). Yang kedua
adalah klompok tafsir yang memberikan penafsiran dari arti kata (
mufrodat ) terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan penafsiran ayat secara
terperinci seperti yang dilakukan oleh Prof. Hasbi ash-Shidiqy dalam buku tafsirnya
an- Nur dan al-Bayan. Selanjutnya yang Ketiga
penafsiran secara menyeluruh dengan mengutip pendapat mufassir terdahulu
seperti dalam tafsir al-Azhar karya Hamka.
c.
Corak
Corak merupakan aliran penafsiran yang
di tinjau dari sudut teologi, terdapat
dua aliran tafsir dalam tafsir alqur’an berbahasa Indonesia yaitu tradisional
dan modern.
Aliran
tradisional menekankan pada pemaknaan lafzi dan menolak menggunakan
makna majazi atau metamorphosis, sedang aliran modern menekankan
penafsiran pada penggunaan akal yang kuat dan banyak menggunakan makna majazi
atau metamorphosis.
Contoh penafsiran yang memberikan
pemaknaan yang berbeda antara kedua klompok tersebut terdapat pada ayat ‘’yaduallah fauqo aidihim’’ . Aliran
modern menafsirkan ayat terrsebut dengan ‘’ tangan allah diatas tangan
mereka’’ aliran modern dengan menutamakan akal menafsirkan kata yadun tidak diartikan tangan secara
materi atau jasmani tetapi mengartikan kata yadun yaitu kekuasaan
dalam hal ini kekuasaan atau rahmat Tuhan terhadap mahluknya. Sedang aliran
tradisional karena berpegang pada penekanan arti harfi mereka menolak
penafsiran lain dengan alasan kata yang terdapat dalam al-Qur’an tidak boleh
ditafsirkan dengan arti lain, aliran tradisional berpendapat bahwa Tuhan memang
mempunyai dua tangan tetapi tidak boleh diartikan rahmat atau kekuasaan
dan mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak dapat diberikan gambaran atau
definisi.
Corak atau aliran penafsiran yang
memberikan penafsiran modern atau menekankan pada akal antara lain terlihat
dalam tafsir al-Azhar, dan tafsir Rahmat. Sedang aliran
penafsiran yang menekankan pada pemaknaan harfiah atau lafdzi[4]
(tradisional ) terlihat pada tafsir yang ditulis mahmoed joenoes,
tafsir al-qur’an majid an-nur karya hasbi
dan sebagian besar penafsir abad ke– 20.[5]
d.
Nilai atau muatan lokal
Nilai atau muatan lokal dari tafsir
al-Qur’an berbahasa Indonesia antara lain menggunakan bahasa Indonesia resmi
ataupun melayu, menggunakan metode metode yang sudah dikenal oleh
kalangan penafsir baik metode klasik atau modern, serta beberapa ciri khas
lainnya yang mencerminkan aspek- aspek lokal dalam penafsiran al-Qur’an
berbahasa Indonesia.
C.
Contoh Penafsiran
a.
Tarsir
Al Azhar Al Quran Surat Mumtahanah Ayat 10
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ
ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا
تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ
لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ
وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ
اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ [٦٠:١٠]
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan
hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta
mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di
antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini turun
sesudah perjanjian Hudaibiyah, pada tahun ke6. HAMKA menafsirkan ayat ini
sebagai berikut: “dan tidaklah dosa atasmu bahwa kamu nikahi mereka apabila
telah kamu berikan kepada mereka mahar mereka”, arti potongan ayat ini
adalah apabila telah selesai dibayar uang ganti kkerugian atau mahar laki-laki
yang masih kafir itu dan istrinya, maka telah masuk perlindungan islam, maka
tidak berdosa atau dilarang jika pihak islam menikahi perempuan yang telah
diseraikan dengan suami yang masih kafir itu. Yaitu dengan membayar maharnya
terlebih dahulu itulah perturannya[6].
Berdasarkan
ayat tersebut maka seorang laki-laki kafir yang telah islam tidak boleh kawin
dengan perempuan yang masih kafir, kecuali ahl kitab yang diberikan
pengecualian dalam QS al Maidah ayat 5. Namun, laki-laki muslim itu harus
memilki iman yang kuat. Agar dapat membimbing keluarganya ke dalam aqidah
islam. Jika tidak memiliki iman yang kuat maka itu sama saja dengan
mempermainkan agama.Selain itu HAMKA juga mengemukakan pendapat mazhab Imam Abu
Hanifah dan Sufyan bin Uyaynah, atau disebut juga mazhab orang Kaufah. Jika
perempuan lebih dahulu masuk islam, dianjurkan lah kepada suami agar masuk
islam juga. Jika suami tidak mau difaraklah (dipisahkan) diantara keduanya[7].
Jika keduanya
tinggal di negeri yang sedang diperang (Darul Harb), atau di negeri
islam. Serta keduanya adalah orang kafir yang diperangi islam. Hendaklah
sesudah keduanya dipisahkan dan diberi masa iddah tiga kali haid. Jika si suami
masuk islam pada masa iddah maka boleh dipertemukan kembali dan tidak mengulang
pernikahan. Namun jika keduanya di tempat terpisah, satu di negeri islam dan
seorang sedang diperangi di negri kafir, serta masuklah salah seorang kedalam
agama islam. Maka denga sendirinya putuslah hubungan perkawinan mereka.
Sedangkan bagi istri yang masih perawan ulama sepakat bahwa setelah berpisah
maka tidak ada iddah. Dan bisa langsung dinikahi laki-laki islam.
“Dan
mintalah (kembali) apa yang telah kamu bayar” yaitu jika pihak permpuan
telah masuk islam namun murtad dan lari ke pihak kafir. Maka mintalah kembali
maharrnya kembali. “dan biarlah mereka meminta apa yang telah mereka bayar”.
Yaitu jika perempuan musyrik datang manyatakan mengkuti masyarakkat islam. Maka
bekas suaminya dikembalikan maharnya. “demiikian itulah hukum Allah yang dia
hukumkan di antara kamu”. Menurut Ibnu Arabi (mazhab maliki): “hukum itu
adalah khusus untuk zaman”. Ijma’ ulama menyepakati jika huku itu berlaku
sesuah Shuluh Hudaibiyyah, untuk menjelaskan kedudukan wanita dalam perjanjian
trsebut. “dan allah maha tahu lagi maha
bijak sana” artinya adalah segala kejadian dlam perkembangan hubungan muslimin
dengan msuyrikin itu telah diketahui Allah di setiap waktu. Allah maha
bijaksana dalam mengaturnya, agar terjaga, kokoh, dan teguh islam yang tumbuh
tersebut[8].
b.
Tafsir
al Misbah al Quran surat al- An’am ayat 2
هُوَ الَّذِي
خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ ثُمَّ
أَنتُمْ تَمْتَرُونَ.
“Dialah
yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi
suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus
ragu-ragu.”
Dalam
hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan
ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab,
pendapat yang terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal
kebangkitan karena biasanya Al Quran menggunakan kata ajal bagi manusia dalam
arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang paling tidak
dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang.
Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali
oleh Allah SWT[9].
Untuk
memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia,
dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup
dengan normal, bisa jadi sampai seratus atau seratus dua puluh tahun; inilah
yang tertulis dalam lauhal-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari
alam raya memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup
makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya
itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui sehingga tiba ajal
sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada batas100
atau 120 tahun itu[10].
Quraish
kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah
dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan
Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi
karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang
pasti dan tidak dapat berubah sama sekali[11].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pemersatu suku-suku bangsa
Indonesia. Literatur tafsir al-Qur’an di Indonesia ditulis dalam bahasa
Indonesia dan dengan aksara latin. Dari segi sasaran, model penulisan tafsir
al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu; menggunakan bahasa Indonesia dan
dengan aksara latin tentu lebih populer, sebab secara umum lebih mudah
diakses oleh masyarakat Indonesia.
Karakteristk
tafsir alqur’an berbahasa Indonesia mempunyai beberapa cirri khas baik metode,
teknik, corak, maupun muatan lokal dalam penafsiran
al-Qur’an. adapun karakteristik tafsir Al-Qur’an berbahasa Indonesia dapat
dilhat dari beberapa karya tafsir dari mulai sektar abad ke- 20 maupun sesudah
abad ke- 20.
Beberapa tokoh
dan kitab tafsir al-Qur’an berbahasa
Indonesia antara lain; A.Hassan (w. 1958) menulis kitab Tafsir Al-Qur’an, al-Furqan
(1956), Mahmud Yunus (w. 1982) menulis kitab Tafsir Qur’an Karim yang
diterbitkan pada tahun 1938M. M. Quraish Shihab, beliau lahir pada tahun 1944,
beliau menulis kitab Tafsir al-Misbah yang diterbitkan pada tahun 2003
M.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Shabani, Ali Muhammad, al-Tibyan
fi Ulum Qur’an, terj. Moh Chudlory dan Moh Matsna, Bandung: Al-Ma’ruf, 1970
Amrullah, Abdusmalik Abdulkarim, Tafsir
al-Azhar, Vol 30, Surabaya: Pustaka Islam, 1984
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir
Indonesia:Dari Hermenuetik hingga Ideologi, Jakarta: Teraju, 2003
Nasution, Harun, Aliran Sejarah,
Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1983
Shihab, M. Quraish, Tafsir
al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, Vol IV, Bandung:Lentera Hati, 2009
http//www.id.m.wikipedia.org, diakses
tanggal 18 Desember 2016 pukur 20:00 WIB
[1] Islah
Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 63.
[3] Islah Gusmian, Khazanah
Tafsir Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003) hlm. 63.
[4] Muhammad
ali al – shabani, al tibyan fi ulum qur’an, terjemahan moh chudlory dan moh
mastna bandung : Alma’arif, 1970 hal 199
[5] Harun
Nasution, aliran sejarah, analisa perbandingan ( Jakarta UI press, 1983 ) Hal.
150
[6]
Abdullahmalik Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30
(Surbaya; Putaka Islam, 1984 ), Hal 143.
[7]Abdullahmalik
Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30 (Surbaya; Putaka Islam, 1984
), Hal 145.
[8]
Abdullahmalik Abdulllahkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Jilid 30
(Surbaya; Putaka Islam, 1984 ), Hal 144-146.
[9]M.
QuraishShihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume
IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 10-11.
[10]M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume
IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 13.
[11]M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,Volume
IV, (Bandung: Lentera Hati, 2009.), hal 13-14.
0 komentar:
Posting Komentar